Senin, 28 Juli 2008

waktu

WAKTU

hidup q tdk lepas dr waktu
serasa waktu mengejar q
oh waktu bisakah kau kembali
atau menahan sebentaaar saja jln'y matahari

sungguh berarti waktuMu ini ya Allah
skalipun aq punya uang triliunan, saya takkan bisa meminta Mu tuk mnghntikan mthari
klo bleh saya berandai "andai q msih muda-ku ingin memanfaatkan waktu q sbaik mungkin-
satu detik pun takan q sia-2 kan utk beljar, bertadabbur, beramal d berbakti pd Mu
tapi sayang waktu takan pernah kembali
dan skarang q tau !
betapa mahal d berharganya dirimu
oh waktu btapa malang nasib q

Cita-cita

Dengan hati tergadai
apa yang bisa q capai ?
angan melayang berandai-andai
airmata berderai-derai (dikutip dari Antologi Sastra, karya mhs Fkip Unlam)

(tlisan digetek 28-4-2008)
tapi tidak utk q
aq hidup untuk menggapai cita-cita
tanpa cita-cita tidak ada kompetisi dalam hidup
tanpa cita-cita tidak bergairah hidup q
cita-cita adalah segala'y bagi q, bagi orang tua q dan bagi bangsa dan agama q

klo boleh mngutip kata bang abik

Nasib saya, masa depan saya, mau jadi apa saya, sayalah yang menentukan.

Sukses dan gagalnya saya, Sayalah yg menciptakan.

Saya sendirilah yang mengaristeki apa yang akan saya raih dalam hidup ini.

Alaa wahai sahabat takdir Tuhan ada diujung usaha manusia.

Belajar Nulis

TINJAUAN FILSAFAT DALAM STUDI ISLAM
Oleh: M. Kamil Ramma Oensyar, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, al-Qur’an dan hadis, nampak ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, mencintai kebersihan, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya.
Gambaran Islam yang demikian ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia. Namun kenyataan Islam sekarang menampilkan keadaan yang jauh dari citra ideal tersebut. ibadah yang dilakukan umat Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya hanya sebatas membayar kewajiban dan menjadi lambing kesalehan, sedangkan buah dari ibadah berdimensi kepedulian sosial sudah kurang nampak. Di kalangan masyarakat telah terjadi kesalahpahaman memahami dan menghayati simbol-simbol keagamaan itu. Akibat dari kesalahpahaman itu, maka agama lebih dihayati sebagai penyelamatan individu dan bukan sebagai keberkahan sosial bersama. Seolah Tuhan tidak hadir dalam problematic sosial kita, kendati nama-Nya semakin rajin disebut dimana-mana. Pesan spiritual agama menjadi stagnan, terkristal dalam kumpulan mitos dan ungkapan simbolis tanpa makna.
Berdasarkan pada permasalahan diatas, makalah ini berupaya mendeskripsikan ajaran atau studi Islam dalam tinjauan filsafat dengan harapan dapat menghasilkan pemahaman Islam secara komprehensif. Pemahaman Islam yang demikian itu diharapkan akan mampu merespon berbagai masalah aktual yang dihadapi dalam kehidupan di zaman modern sekarang ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FILSAFAT DALAM STUDI ISLAM
Sebelum membahas definisi filsafat dalam studi Islam, ada baiknya penulis mengemukakan terlebih dahulu tentang definisi filsafat dan studi Islam.
Adapun kata filsafat dari bahasa yunani yang terdiri atas dua kata: philo dan sophia. Philo berarti cinta dalam arti yang luas dan shopia berarti kebijakan atau kebenaran. Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijakan atau kebenaran.[1] Al-farabi mengatakan, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.[2] Senada dengan pendapat diatas Jujun S. Suriasumantri menyatakan filsafat sebagai suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.[3] Adapun Hasbullah Bakry mengartikan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikat sesuatu sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.[4]
Dari beberapa pendapat pengertian filsafat diatas, dapat kita rangkum sebagai berikut: Filsafat adalah hasil pikiran manusia atau perenungan jiwa manusia yang kritis,
mendalam, mendasar, dan menyeluruh dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis dalam rangka memperoleh kebenaran.
Sedangkan istilah studi Islam (Islamic Studies: bahasa Inggris; atau dirasat al-Islamiyyah; bahasa Arab) dapat diartikan dengan pengkajian ilmu-ilmu Islam.[5] Kalimat ini mengandung arti memahami, mempelajari, atau meneliti Islam sebagai objek kajian.
Adapun kata Islam berasal dari bahasa Arab aslama, yuslimu, Islaman yang berarti patuh, tunduk, berserah diri, serta memohon selamat dan sentosa.[6] Menururt Harun Nasution seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan “bahwa islam menjadi suatu istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu al-Qur’an dan hadis”.[7]
Setelah mengetahui arti dari filsafat dan studi Islam, ada baiknya kita mengetahui pula pengertian filsafat Islam yang masih memiliki hubungan pada pembahasan dalam makalah ini. Menurut Musa Asy’ari filsafat Islam adalah kegiatan pemikiran yang bercorak Islami. Islam disini menjadi jiwa yang mewarnai suatu pemikiran.[8] Senada dengan pendapat di atas Azhar Basyir mengatakan bahwa filsafat Islam yaitu pemikiran rasional, kritis, sistematis, dan radikal tentang ajaran Islam.[9] Adapun Sidi Gazalba mengatakan sebagaimana dikutip Mustofa bahwa Islam dilihat dari kacamata filsafat memberikan keterangan, ulasan, dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum.[10]
Berdasarkan definisi di atas, filsafat dalam studi Islam dapat diartikan, memandang dan memahami agama Islam dengan cara memikirkannya secara mendalam, sistematis, radikal dan universal sehingga memperoleh hakikat atau inti dari ajaran agama Islam.

B. ONTOLOGI FILSAFAT DALAM STUDI ISLAM
Ada lima unsur yang mendasari sebuah filsafat: pertama, Filsafat itu sebuah ilmu pengetahuan yang mengandalkan penggunaan akal (rasio) sebagai sumbernya. Akal digunakan sebagai sumber filsafat, karena filsafat merupakan kegiatan dan proses berpikir. Kedua, Tujuan filsafat adalah mencari sebuah kebenaran atau mencari hakikat segala sesuatu yang ada. Ketiga, Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada yaitu mencakup yang tampak yaitu dunia empiris dan tidak tampak yaitu alam metafisika. Sebagian pakar filsafat membaginya kepada tiga yaitu yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran dan yang ada dlam kemungkinan. Keempat, Metode yang digunakan dalam berpikir filsafat adalah mendalam, sistematik, radikal, dan universal. Mendalam ialah bukannya hanya sekedar berpikir, tetapi berpikir sungguh-sungguh dan tidak berhenti sebelum yang dipikirkan itu dapat dipecahkan. Sistematik yaitu menggunakan aturan-aturan tertentu yang secara khusus digunakan dalam logika. Radikal adalah menukik hingga intinya atau akar persoalannya. Universal maksudnya tidak dikhususkan untuk kelompok atau wilayah tertentu, tetapi menembus batas-batas etnis, geografis, kultural, dan sosial. Kelima, Oleh karena filsafat itu menggunakan akal sebagai sumbernya, maka kebenaran yang dihasilkan dapat diukur melalui kelogisannya. Paradigma ini dapat diterima semua kalangan selama argumentasi yang dikemukakannya benar. Kebenaran ini akan dibantah oleh kebenaran lain yang mempunyai argumentasi lebih logis.jadi kebenaran filsafat itu bersifat relatif.[11]
Berdasarkan lima unsur di atas, maka antara filsafat dan agama memiliki hubungan yang erat sebagaimana Al-kindi mempertemukan agama dengan filsafat atas dasar pertimbangan bahwa filsafat ialah ilmu tentang kebenaran dan agama adalah ilmu tentang kebenaran pula. Ibnu Rusyd mengatakan bahwa filsafat tidak bertentangan dengan agama bahkan mengokohkannya dan menjelaskan perumusan-perumusannya[12].
Peter Connolly secara khusus mengindentifikasi hubungan antara filsafat dan agama menjadi empat posisi yaitu: pertama, filsafat sebagai agama; kedua, filsafat sebagai pelayan agama; ketiga, filsafat sebagai yang membuat ruang keimanan; keempat, filsafat sebagai suatu perangkat analitis bagi agama. Kemudian M.J Charlesworth menambahkan satu yaitu filsafat sebagai studi tentang penalaran yang digunakan dalam pemikiran keagamaan.[13]
Ahmad Hanafi seorang filosuf asal Mesir menjelaskan bahwa filsafat Islam pada garis besarnya bertujuan untuk mempertemukan antara filsafat dengan agama, dan semangat ini dapat dilihat pada setiap langkahnya. Akan tetapi timbul pertanyaan, bagaimana agama sebagai wahyu Tuhan, sebagai bahasa langit dan santapan hati dan sebagai sumber perintah-perintah dan larangan-larangan bisa bertemu dengan filsafat sebagai hasil ciptaan manusia dan sebagai bahasa bumi yang masih bisa dibahas dan dipersoalkan? bagaimana kebenaran agama yang didasarkan atas wahyu bisa dipersatukan dengan kebenaran filsafat yang didasarkan atas alasan-alasan pikiran?
Jawaban pertanyaan tidak lebih dari pada tiga macam. Pertama, memegang teguh terhadap agama dan menolak filsafat. Kedua, memegangi filsafat dan menolak agama, dan ini adalah pendirian orang yang berfilsafat dengan tidak mengindahkan kaidah-kaidah agama. Ketiga, mengusahakan pemaduan antara filsafat dan agama menurut cara tertentu, dan cara inilah yang ditempuh oleh filosof muslim atau seorang filosuf yang seharusnya memperhatikan akidah-akidah agama[14].
Bagi orang yang memahami semangat Islam yang mengajarkan pengambilan jalan tengah dan mempelajari ilmu-ilmu keislaman, maka ia akan mengetahui bahwa semangat pemaduan merupakan salah satu corak pemikiran kaum muslimin pada setiap lapangan ilmu. Setiap kali ada aliran-aliran yang berbeda-beda dan berlawanan tentu timbul penengahnya, seperti yang dibuktikan oleh sejarah. Misalnya dalam lapangan hukum Islam kita mendapati madzhab Syafi’i yang menjadi madzhab penengah antara madzhab Maliki yang mendasarkan pendapat-pendapatnya kepada al-Hadis sesudah al-Qur’an dengan madzhab Hanafi yang mendasarkan kepada pikiran dan ijtihad.

C. EPISTEMOLOGI FILSAFAT DALAM STUDI ISLAM
Dalam konteks studi Islam, pendekatan di sini diartikan sudut pandang bagaimana suatu permasalahan didekati, dibahas dan dianalisa dengan menggunakan ilmu atau teori tertentu, sehingga mendapatkan kesimpulan yang tepat. Adapun pendekatan filsafat dalam studi Islam diantaranya:
1. Pendekatan Normatif
Pendekatan Normatif sering juga disebut pendekatan doktriner. Maksud pendekatan ini adalah melakukan pendekatan filsafat dalam studi Islam dengan jalan membangun, meramu dan memformulasikan sebuah pemikiran filsafat dengan jalan mencari dasar-dasar doktrinal-teologisnya dari wahyu Al-Qur’an dan Hadis. Menurut Amin Abdullah mengatakan bahwa semua agama termasuk Islam memiliki hard core. Untuk dapat melacak dan mencari hard core ini diperlukan metode normatif yang berupaya mencari landasan keberagamaan secara doktrinal-teologis[15] lebih lanjut Amin Abdullah menegaskan, oleh karena berangkat dari teks yang tertuang dalam kitab suci, maka pendekatan normatif senantiasa bercorak literalis, tekstual, dan skipturalis.[16]
2. Pendekatan Historis
Pendekatan historis digunakan dalam filsafat studi Islam dengan cara mengadakan penelitian sejarah Islam. Maksud pendekatan ini adalah Islam dikaji berdasarkan urutan dan rentang waktu yang terjadi dimasa lampau. Menurut Nourouzzaman Shiddiqi dalam bukunya Pisau Bedah Ilmu Keislaman yang dikutip olehToto Suharto mengatakan bahwa suatu studi dengan analisis sejarah kiranya akan menghasilkan dua unsur pokok, yaitu konsep periodisasi dan rekonstruksi historis yang meliputi genesis perubahan dan perkembangan.[17] Dengan demikian Islam ditinjau dengan pendekatan historis akan menghasilkan tiga aspek yaitu aspek asal usul (origin), perubahan (change), dan perkembangan (development).
3. Pendekatan Linguistik
pendekatan lingusitik yang digunakan dalam filsafat biasanya menekankan pada dua kategori yaitu analisis bahasa dan analisis konsep.[18] Analisis bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat atau banyak pendapat mengenai makna yang dimilikinya. Adapun analisis konsep digunakan untuk menganalisis istilah-istilah atau kata-kata yang mewakili gagasan atau konsep. Ada dua definisi yang dikemukakan dalam analisis konsep, yaitu definisi deskriptif berdasarkan kamus dan definisi stipulatif yang merupakan standar. Dalam melakukan analisis konsep ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu: a). Berusaha menemukan kembali arti suatu istilah; b). Meninjau suatu konsep secara objektif; c). Analisis konsep yang digunakan berdasarkan penerapan logika dan d). Proses penemuan dalam analisis konsep merupakan pemahaman yang jelas mengenai hubungan antara pikiran, bahasa, dan realitas.
4. Pendekatan Kontekstual.
Maksud pendekatan kontekstual disini adalah pendekatan yang mencoba memahami filsafat studi Islam dalam konteks sosial, politik, budaya dan sebagainya yang termasuk dalam kajian Islam. Ia bermaksud menjelaskan situasi-situasi dan perkembangan suatu kajian Islam yang muncul dari konteks-konteks itu. Jadi, pendekatan kontekstual lebih mengarah kepada situasi dan kondisi yang terjadi pada suatu masyarakat.
5. Pendekatan perbandingan
Pendekatan perbandingan dalam filsafat studi Islam digunakan untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari dua buah pemikiran yang berbeda. Disamping itu pendekatan ini juga bermaksud mengeksplorasi aspek-aspek persamaan dan perbedaan dari keduanya. Dengan pendekatan perbandingan ini, diharapkan lahir konseptualisasi pemikiran dalam studi Islam yang merupakan sintesis dari dua buah pemikiran yang berbeda tersebut.
Demikian pendekatan-pendekatan dalam filsafat yang dapat digunakan dalam kajian studi Islam. Tentu masih banyak lagi pendekatan lain yang dapat dipakai dalam penelitian atau pengkajian studi Islam.

D. AKSIOLOGI FILSAFAT DALAM STUDI ISLAM
Filsafat dalam studi Islam amat penting dalam memahami berbagai perkembangan pemikiran Islam terutama dalam memahami berbagai hal yang menjadi perhatian serius intelektual muslim dalam beberapa dekade terakhir. Upaya demikian dilakukan dengan tujuan menemukan paradigma baru pengembangan pemikiran Islam, sehingga mampu berdialog dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika perubahan sosial budaya yang semakin cepat.
Adapun kegunaan filsafat itu sendiri menurut Ahmad Mudhor dalam bukunya Filsafat Ilmu Pengetahuan yaitu[19]:
1. untuk melatih diri untuk berpikir kritis dan runtut serta menyusun hasil pikiran tersebut secara sistematis.
2. Menambah pandangan yang lebih luas agar tidak berpikir dan bersikap sempit dan tertutup.
3. Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian dan memutuskan atau mengambil kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam dan komprehensif.
4. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa.
5. Menyadari kedudukannya sebagai manusia dan menjadikannya lebih taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Berfilsafat Dari Konteks mengatakan filsafat dapat membantu agama dalam beberapa segi [20]:
1. Dalam memberi interpretasi wahyu atau dogma agama yang diselaraskan dengan kondisi dan situasi masyarakat yang menyimpang dari tujuan wahyu atau dogma.
2. Menghadapi masalah-masalah baru yang muncul berkenaan dengan zaman yang baru.
3. Membantu dalam menghadapi tantangan ideologi-ideologi baru dengan cara rasional.
Dengan demikian keyakinan kita terhadap agama Islam akan lebih baik bila disertai pemikiran kefilsafatan. Misalnya mengajarkan agar melaksanakan shalat berjamaah, tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain, dengan mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar selanjutnya menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan. Demikian pula orang yang melaksanakan sa’i di Masjidil Haram yaitu lari-lari kecil yang menggambarkan bahwa hidup tidak boleh putus asa dan terus mencoba. Dimulai dari bukit shofa yang berarti bersih[21] dan berakhir di bukit Marwa yang artinya berkembang.[22] Dengan demikian hidup ini harus diisi dengan perjuangan yang didasarkan pada tujuan dan niat yang bersih sehingga memperoleh keberkahan. Demikian pula melontar jamarat dimaksudkan agar seseorang dapat membuang sifat-sifat negatif yang ada dalam dirinya untuk diganti dengan sifat-sifat yang positif.
Demikian pula kita membaca sejarah kehidupan Nabi terdahulu. Maksudnya bukan sekedar menjadi tontonan atau sekedar mengenangnya tetapi bersamaan dengan itu diperlukan kemampuan menangkap makna filosofis yang terkandung di belakang peristiwa tersebut. Misalnya kisah Nabi Yusuf yang digoda seorang wanita bangsawan, secara lahiriah menggambarkan kisah yang bertema pornografi. Tetapi sebenarnya melalui kisah tersebut Allah ingin mengajarkan kepada manusia agar memiliki ketampanan lahiriah dan batiniah secara prima. Nabi Yusuf telah menunjukkan kesanggupannya mengendalikan nafsunya dari berbuat maksiat. Sementara lahiriyahnya ia tampan dan menyenangkan orang yang melihatnya. Makna demikian dapat dijumpai melalui pendekatan yang bersifat filosofis. Dengan demikian seseorang yang menggunakan filsafat akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya dan dapat pula menangkap hikmah dan ajaran yang terkandung didalamnya.

BAB III
ANALISIS DAN KESIMPULAN

A. ANALISIS

Dikalangan umat Islam, filsafat merupakan bidang kajian yang kurang diminati, sebagian besar menganggap negatif terhadap filsafat bahkan masih dianggap dapat membawa seseorang kepada kemurtadan (keluar dari agama), sehingga mempelajari apa-apa yang berbau filsafat masih ada yang memandang haram. Mereka beranggapan bahwa filsafat cenderung mendewakan akal sebagai sumber kebenaran. Sedangkan sumber kebenaran dalam Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadis.
Sikap terhadap filsafat demikian lebih disebabkan kesalahpahaman terhadap pengertian filsafat, kesalahpahaman dalam menghubungkan filsafat dan agama dan kelasahpahaman dalam mensikapi sejarah. Sebagaimana DR. Amin Abdullah menyatakan biasanya kita korbankan kajian filsafat, karena trauma sejarah abad pertengahan ketika sejarah filsafat Islam diwarnai pertentangan pendapat dan perhelatan pemikiran antara Imam Ghazali (1058-1111) dan Ibnu Sina (980-1037), yang sangat menentukan jalannya sejarah pemikiran umat Islam. Imam Ghazali mewakili golongan ahli sunnah, yakni pendukung Asy’ariah, sedangkan Ibn Sina mewakili pandangan para filosof Muslim.[23] Kondisi tersebut nampaknya masih belum mencapai titik klimaks dalam kesadaran umat Islam sampai sekarang. Akal dipandang sebagai hal yang sangat bertentangan dengan wahyu.
Meskipun orang sering mengungkapkan اختلاف أمتي رحمة (perbedaan diantara umatku adalah rahmat), tapi ternyata kita tidak terbiasa menghadapi perbedaan pendapat dengan kepala dingin. Kita lebih terbiasa berpegang pendapat bahwa pemahaman kita atas suatu pandangan hidup sebagai sesuatu yang mutlak. Sehingga sulit diharapkan dapat menerima pendapat orang lain yang barangkali ada manfaatnya.
Untuk itu, tindakan yang harus dilakukan adalah memasyarakatkan positive thinking (cara berpikir positif) atau mengutamakan husnudzhan (berprasangka baik). Demikian pula perlu dihapus negative thinking (cara berpikir negatif), sikap suudzhan (berprasangka buruk), dan sikap suka mencela dan menghina sesama muslim. Mencintai philoshopia (kebijaksanaan). Akan lebih baik dari pada membenci kebijaksanaan.
Memang antara filsafat dan agama merupakan dua hal yang sangat berbeda. Filsafat bersumber dari akal dan agama bersumber dari wahyu. Namun pada dasarnya, filsafat dan agama merupakan dua hal yang saling dapat bekerjasama. Seperti kita ketahui al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber kebenaran pemikiran Islam. Jika dari keduanya tidak diperoleh pedoman secara jelas akan diupayakan melalui ra’yu atau rasio. Cara mempergunakan rasio untuk menemukan ketentuan-ketentuan baru dalam pemahaman atas kebenaran Islam dikenal dengan nama Ijtihad. Karena itu, ijtihad dipandang sebagai sumber memahami kebenaran ketiga setelah al-Qur’an dan Hadis.
Melalui ijtihad dalam memahami kebenaran dalam perkembangannya melahirkan pemikiran-pemikiaran yang bercorak kefilsafatan sebagai titik persentuhan dengan filsafat yang menjadi dasar usaha pengembangan studi Islam (ilmu pengetahuan islam). Filsafat mempunyai kegunaan baik teoritis maupun praktis. Dengan mempelajari filsafat, orang akan bertambah pengetahuannya. Ia dapat menyelidiki segala sesuatu lebih mendalam dan lebih luas sehingga sanggup menjawab semua pertanyaan secara lebih mendalam dan luas pula.
Filsafat mengajarkan kita berpikir logis secara teratur dan runtut serta sistematis agar dapat mengambil kesimpulan yang benar. Menurut Harun Hadiwijoyo mengatakan bahwa titik tolak orang berpikir itu adalah adanya keraguan kemudian untuk menghilangkan prasangka-prasangka itu maka digunakanlah logika.[24] Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir.[25] Dalam kehidupan sehari-hari orang selalu mengambil kesimpulan. Agar dapat mengambil kesimpulan yang benar maka alat yang digunakan harus tepat. Alat tersebut diperoleh dalam logika atau akal, karena ia berisi tuntunan agar mengambil kesimpulan dengan berdasarkan pada faktor-faktor tertentu.
Adapun faktor-faktor yang mendasari proses berpikir menurut Achmad Mudlor, misalnya keyakinan, pendirian, ilham, selera dan lain-lainnya. Dengan hal itu ternyata banyak cara yang dapat ditempuh dalam membuktikan tujuan berpikir itu. Tetapi, setiap pemikir harus memilih, membentuk dan mengembangkan metode yang dipakai dalam mencapai tujuan berpikir. Sering juga dalam kegiatan ilmiah diperoleh dua atau tiga macam kebenaran yang berbeda karena tujuan berpikir dan isi argumentasi yang diajukan berbeda.[26]
Dalam hal filsafat, sebagai kegiatan berfikir dan merenung secara mendalam, al-Qur’an berulang-ulang kali mengisyaratkan arti pentingnya pemikiran sebagai upaya untuk mencapai kebenaran. Menurut al-Qur’an, jagat raya beserta semua sistem yang berlaku di dalamnya merupakan obyek pemikiran untuk membuktikan adanya realitas dibalik fenomena alam yang tampak ini atau sering kita istilahkan membaca ayat-ayat kauniyah. Sehingga orang yang berpikir akan berkesimpulan, bahwa dibalik penciptaan ini tersimpul makna-makna yang sangat berarti bagi kepentingan manusia.
Berdasarkan pengertian di atas, jelas terlihat betapa Islam menekankan kegiatan berfikir atau dengan kata lain berfilsafat. Walaupun hal ini tidak diakui oleh sebagian umat Islam, namun dari pernyataan-pernyataan ayat al-Qur’an secara jelas tersirat akan maksud tersebut misalnya افلا تعقلون (bukankah kamu memiliki akal) افلا تتفكرون (tidakkah kamu berpikir), افلا تتدبّرون (tidakkah kamu renungkan).
Dari uraian di atas terlihat, bahwa Islam sebagai agama tidak memandang filsafat sebagai sesuatu yang harus dicurigai. Karena itu, filsafat tidak dilarang untuk menganalisa pemikiran keagamaan, bahkan wahyu itu sendiri sebagai kebenaran tidak tertutup untuk dianalisa secara ontologis, epsitemologis dan aksiologis.
Penempatan kembali filsafat secara proporsional sudah seharusnya dilakukan umat Islam. Demikian juga trauma sejarah dan sikap bahwa filsafat berpotensi “menentang ajaran-ajaran Islam” sudah saatnya dikaji ulang dan dikritisi kembali. Penulis berharap filsafat bukan lagi sesuatu yang harus dicurigai, namun justru sebagai metodologi strategis pengembangan dan penggalian lebih mendalam ajaran-ajaran Islam.

B. KESIMPULAN
Melihat kajian Islam dengan kacamata filsafat amatlah penting maka sepatutnyalah diberi perhatian lebih. Karena menurut hemat penulis dengan menggunakan pendekatan tersebut kita berusaha mendalami dan memikirkan dasar-dasar ajaran agama Islam sehingga dapat memberikan penjelasan yang dapat diterima akal kepada orang yang tidak percaya kepada wahyu dan hanya berpegang pada pendapat akal. Dengan demikian seseorang yang mengkaji Islam secara filosofis akan mendapatkan kepuasan rasional. Sehingga semakin kokoh pendiriannya dan semakin bertambah keyakinannya akan kebenaran Islam.
Adapun pendekatan-pendekatan dalam filsafat yang dapat digunakan dalam kajian studi Islam ialah pendekatan Normatif, pendekatan Historis, pendekatan Linguistik, pendekatan Kontekstual, dan pendekatan Komparatif. Pendekatan-pendekatan tersebut bukan merupakan sesuatu yang final dalam melihat studi Islam dengan sudut pandang filsafat, tetapi akan terus berkembang seiring perkembangan zaman, dimana akan muncul pendekatan-pendekatan baru.
Adapun yang perlu diperhatikan penstudi dalam melakukan kajian Islam ialah menentukan objek kajiannya, lalu bagaimana suatu permasalahan didekati, dibahas, kemudian menentukan pendekatan, metode dan teknik penelitian tertentu dan dianalisa berdasarkan ilmu atau teori tertentu.sehingga mendapatkan kesimpulan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, Filsafat Islam, Bulan Bintang , Jakarta, 1991.
Ahmad Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2003.
Achmad Mudlor, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rayyan al-Baihaqi, Surabaya, 2004.
A. Mukti Ali, dkk, Metodologi Penelitian Agama: Suatu Pengantar, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2004.
Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Islam, Mizan, Bandung, 1993.
Frans Magnis Suseno, Berfilsafat Dari Konteks, Gramedia, Jakarta, 1992.
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat jilid II, Kanisius, Yogyakarta, 1992.
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, Andi Offset, Yogyakarta, 1997.
Jujun S. Suraisumantri, Ilmu Dalam Persfektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, Cet. ke-14, 1999.
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historitas?, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1995.
Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, Rajawali Press, Jakarta, 1989.
Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, LKIS, Yogyakarya, 2002.
Syaikh Nadim al-Jisr, Para Pencari Tuhan, Pustaka Hidayah, Bandung, 1998.
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2006.

[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, h.9.

[2] Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu, Surabaya, Cet. ke-9, 2002, h. 85.
[3] Jujun S. Suraisumantri, Ilmu Dalam Persfektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, Cet. ke-14, 1999, h. 4.

[4] Ahmad Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997, h. 11.
[5] A. Mukti Ali, dkk, Metodologi Penelitian Agama: Suatu Pengantar, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2004, h. 7.

[6] Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1995, h. 177.

[7] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2003, Cet VIII, h. 206.

[8] Ibid, h. 207.

[9] Azhar Basyir, Refleksi Atas Persoalan Islam, Mizan, Bandung, 1993, h. 24.

[10] Ahmad Mustofa, Op. Cit, h. 17.

[11] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2006, h. 26-27.

[12] Ahmad Hanafi, Filsafat Islam, Bulan Bintang , Jakarta, 1991, h. 61.
[13] Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama, LKIS, Yogyakarya, 2002, h. 165.

[14] Ahmad Hanafi, Op. Cit, h.59.
[15] M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historitas?, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, h. 9.

[16] Ibid, h. 9.

[17] Toto Suharto, Op. Cit, h. 56.
[18] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, Andi Offset, Yogyakarta, 1997, h. 90.
[19] Achmad Mudlor, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rayyan al-Baihaqi, Surabaya, 2004, h.35.

[20] Frans Magnis Suseno, Berfilsafat Dari Konteks, Gramedia, Jakarta, 1992, h. 19.

[21] Mahmud Yunus, Op. Cit, h. 218.

[22] Ibid, h. 150.
[23] Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, Rajawali Press, Jakarta, 1989, h. vii.

[24] Harun Hadiwijono, Op. Cit, h. 22.

[25] Achmad Mudlor, Op. Cit, h.38.

[26] Ibid, h. 35.

Sabtu, 26 Juli 2008

best friend



best friend in the kos

the first time

harini banyak banget kegiatan gue.

mulai dari ngurus anak-anak Al-Falah yang mau Masuk UIN Malang.

trus menjamu guru pamong ane waktu di MAN 2 Banjarmasin. ngelegalisir, beliin oleh-oleh dsb.

ternyata banyak juga hikmahnya gue bisa kenal beberapa dosen senior. because beliau termasuk senior di UIN Malang ini dulu sich namanya STAIN.

mau tau apa hikmah terbesarnya gue akhirnya bisa tau dan kenelan dgn anak kalimantan yang dikirim ke Malaysia untuk mewakili UIN dalam debat Bahasa Arab di Malaysia. ternyata tak salah dugaan q wajahnya secantik namanya Fatiyah. (msih single ngga ya ? )

trus malam'y gue bercengkrama sama Pa Sulis dari Aceh yang calon Doktor itu bersama pa Kaheruddin dari Medan di kamar gue. banyak banget ilmu yang gue dapet.

ternyata bener kata pepatah "pengalaman adalah guru yang terbaik".

trus agak maleman dikit skitar jam 11.30 gue nemenin temen beres-2. dia nama'y Pa Puji, baru aja selesai Munaqsyah s2 'y tinggal nunggu wisuda. (saya kapan ya?)

kamu mau tau apa yang saya kerjain sekarang ngenet sampae pagiiiiiiii